Wednesday, August 15, 2018

CIRI KHAS KOTA BANDUNG

CIRI KHAS KOTA BANDUNG



REPUBLIKA.CO.ID,  BANDUNG -- Kota Bandung menjadi salah satu tujuan wisata yang digemari wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Namun dengan kunjungan sekitar 6,9 juta wisatawan, Kota Bandung masih belum memiliki ikon utama yang bisa merepresentasikan kota.
Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) mencoba mengkaji untuk menetapkan ikon yang bisa menjadi ciri khas kota kembang ini. Dalam pengkajian inj, Disbudpar Kota Bandung mengajak sejumlah pakar.
"Pengkajian sudah kami mulai melalui Focus Group Discussion (FGD), para pakar budaya, desain, linguistik, dan lain-lain berkumpul dan membahas ikon kota Bandung," kata Kepala Disbudpar Kota Bandung KennyDewi Kaniasari seperti dalam siaran pers yang diterima Republika baru-baru ini.
Ia mengatakan dengan adanya ikon khas maka akan menambah daya tarik Kota Bandung. Ia mencontohkan kota-kota terkenal di dunia yang memiliki ikon khasnya serti Kota Paris yang terkenal dengan Menara Eiffelnya, Sydney dengan Opera Housenya.
"Bandung perlu hal itu untuk menjadi daya tarik utama. Dampaknya bisa untuk para pengrajin souvenir," ujarnya.
Pakar sejarah Universitas Padjadjaran, Reiza D. Dienaputra mengungkapkan, para pakar telah merumuskan empat indikator untuk menentukan ikon Kota Bandung. Salah satunya adalah adanya representasi sejarah Kota Bandung dalam objek tersebut.
Selain harus memiliki sejarah, indikator lainnya adalah memiliki keunikan yang tidak ada di tempat lain. Objek itu juga harus menimbulkan kebanggaan lintas generasi, yang semua orang bangga terhadap hal itu. "Indikator keempat adalah memiliki spirit kejuangan," tutur Reiza.
Berdasarkan indikator tersebut, terpilihlah lima kandidat ikon Kota Bandung yang masuk ke dalam tahap finalisasi. Kelima objek tersebut adalah Gedung Sate, Gedung Merdeka, Jembatan Pasopati, Monumen Bandung Lautan Api, dan Bandung Creative Hub.
Kelima objek tersebut juga dikaji dari sisi linguistik. Pakar dari Universitas Padjadjaran Susi Yulianti mengatakan Gedung Sate paling populer dan tingkat kemunculannya paling tinggi. Kedua adalah Gedung Merdeka, disusul Jembatan Pasopati. Sementara itu di Leipzig, Gedung Merdeka jauh lebih tinggi dari Gedung Sate.
"Di Leipzig, kata Gedung Merdeka ada 66.000 kali kemunculan. Sedangkan Gedung Sate hanya 2.500 kali kemunculan," kata Susi.
Tak hanya soal ikon, Disbudpar Kota Bandung juga mengaji cenderamata utama Kota Bandung. Tim yang sama menentukan empat indikator, yaitu adanya representasi kebudayaan daerah, memiliki keunikan, memberikan kebanggaan. Indikator lainnya yaitu dinamik bagi terjadi pemutakhiran sehingga mengikuti arus utama dari budaya pop.
Berdasarkan indikator tersebut, terpilihlah 10 kandidat cenderamata khas Kota Bandung yang dianggap paling memenuhi kriteria. Kesepuluh cenderamata itu adalah Gedung Sate, Gedung Merdeka, Monumen Bandung Lautan Api, Jembatan Pasopati, Gelora Bandung Lautan Api, tari jaipong, karinding, kujang, peuyeum, dan batagor.

KEUNIKAN KOTA JAKARTA SELATAN

SEMBILAN KEUNIKAN KOTA JAKARTA SELATAN

Sejak zaman Belanda, Jakarta sudah menjadi medan magnet para pendatang dari dalam dan luar negeri. Kini, penduduk Jakarta sudah hampir mencapai 10 juta orang yang berasal dari beragam suku bangsa, yakni Betawi, Sunda, Jawa, Batak, Padang, Bugis, Bali, Ambon, Papua, dan banyak lainnya. Heterogenitas masyarakat ini tentu saja turut berperan dalam menciptakan keanekaragaman keunikan Jakarta.
Sayangnya, kalau harus menggambarkan kota Jakarta saat ini, kata-kata yang kerap kali muncul dalam benak Anda adalah “polusi”, “padat”, “macet”. Padahal, seperti kota-kota lain di Indonesia, Jakarta juga kaya akan daya tarik serta keunikan. Mulai dari kekayaan sejarah, kesenian, wisata, kuliner, hingga pusat perbelanjaan.
Ayo, mari kita telusuri 9 keunikan ibukota Nusantara tercinta ini!
•    Kota Tua
Di Jakarta, Anda akan temukan banyak gedung bersejarah. Hal ini disebabkan karena Jakarta (atau dulu dikenal sebagai Batavia) pernah menjadi pusat pemerintahan VOC dan Hindia Belanda. Oleh karenanya, banyak gedung-gedung yang dibangun khusus untuk kantor pemerintahan dan rumah peristirahatan. Gedung balai kota, misalnya, bisa ditemukan di Kota Tua yang terletak di utara Jakarta. Kota ini dibangun bangsa Belanda pada 1621 dan bekas-bekas gedung pemerintahan lainnya masih berdiri dan sering menjadi tempat tujuan wisatawan dalam maupun luar negeri.
•    Kawasan Menteng
Menteng dikenal sebagai kawasan real estate pertama di Indonesia yang dibangun oleh perusahaan De Bouwloeg pada awal abad ke-20. Hingga sekarang, kawasan ini merupakan tempat tinggal orang-orang penting dalam pemerintahan, mulai dari Presiden, Menteri, Gubernur DKI Jakarta, Duta Besar, hingga kediaman pribadi masyarakat kelas atas.
•    Banjir Kanal
Sejak Batavia dilanda banjir besar beberapa tahun sebelumnya, Prof. H. Van Breen menggagas pembangunan banjir kanal barat pada 1920. Kanal ini melintas antara Manggarai-Muara Angke. Kemudian baru pada 2003, banjir kanal timur dibangun yang bertujuan untuk menampung air di wilayah timur Jakarta, seperti dari Kali Ciliwung, Kali Cililitan, dan Kali Cipinang.
•    Museum
Tidak banyak yang tahu bahwa Jakarta memiliki banyak museum. Bahkan ada 60 museum! Beberapa museum yang sering diminati pengunjung, antara lain Museum Fatahillah, Museum Satria Mandala, dan Museum Monumen Nasional.
•    RS Cipto Mangunkusumo
RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) merupakan rumah sakit terbesar dan terlengkap di Indonesia. Awal pembentukan rumah sakit ini dimulai pada 1896 ketika Dr. H. Roll ditunjuk sebagai pimpinan pendidikan kedokteran di Batavia. Pada 1910 sekolah kedokteran tersebut diubah menjadi STOVIA, menjadi Centrale Burgelijke Ziekenhuis atau CBZ (1919), menjadi RS Perguruan Tinggi (1942), menjadi RS Oemoem Negeri (1945), Rumah Sakit Umum Pusat (1950), dan terakhir diubah menjadi RSCM (1964).
•    Pulau Seribu
Jangan terkecoh oleh nama yang diberikan kepulauan di wilayah utara Jakarta ini, karena jumlah pulau yang sebenarnya sekitar 111 dengan total luas daratan sebesar 8,7 km2. Saking indahnya pulau-pulau tersebut, pemerintah Indonesia dan para investor swasta menjadikannya sebagai suaka alam, wisata, atau resor. Untuk mendatangi pulau-pulau ini, seperti ke Pulau Tidung, Pulau Onrust, Pulau Rambut, atau Pulau Bidadari, Anda bisa menaiki perahu dari Ancol atau Muara Angke.
•    Tol Dalam Kota
Memang tidak perlu dipungkiri lagi bahwa jalanan di Jakarta sangat padat dan macet. Untuk mengatasinya, dibangunlah jalan tol dalam kota yang menghubungkan Jakarta Barat, Selatan, Pusat, Utara, dan Timur. Namun, karena tol dalam kota tersebut tidak mampu menampung volume kendaraan, dibangun tol lingkar luar yang menghubungi Jakarta dengan kota-kota di sekelilingnya.
•    Gedung-gedung Tinggi
Gedung-gedung pencakar langit makin banyak menghiasi kota Jakarta, terutama di kawasan Jalan Thamrin-Sudirman, Jakarta Pusat. Sepuluh gedung tertinggi di Indonesia Jakarta, antara lain:
Wisma BNI 46 246 m
Menara BCA 230 m
The Peak Tower I 218.5 m
The Peak Tower II 218.5 m
Graha Energi 217 m
Kempinski Residences 217 m
Bakrie Tower 215 m
Ritz-Carlton Jakarta Tower A 212 m
Ritz-Carlton Jakarta Tower B 212 m
Plaza Indonesia Extension Tower 210 m
•    Pusat Perbelanjaan
Jakarta memiliki segudang pusat perbelanjaan, jumlahnya hingga mencapai 170! Ada yang berjenis pasar grosir, ITC, plaza, mal, dan square. Banyak juga yang luasnya lebih dari 100.000 m2, seperti Mal Artha Gading dan Grand Indonesia. Pusat perbelanjaan terbesar dan tertua di Jakarta adalah Pasar Tanah Abang dan Pasar Senen. Saat ini, kedua pasar tersebut sudah mengalami  renovasi dan peremajaan. (LN)

SEJARAH TERBENTUKNYA BANGKA

SEJARAH BANGKA


Pulau Bangka adalah pulau besar yang dikeliling oleh banyak pulau-pulau kecil, menyimpan banyak cerita sejarah dan peradaban yang besar sejak zaman dahulu. Letaknya yang strategis dengan kekayaan alam yang melimpah sejak pertama kali mampu direkam oleh catatan sejarah membuktikan bahwa Pulau Bangka adalah pulau yang bernilai historisitas tinggi.

Sebagai bagian dari sejarah besar, runtutan peristiwa yang pernah terjadi yang berkaitan dengan daerah ini juga menjadi perdebatan. Tidak saja perdebatan berkaitan dengan sejarah mula secara geografis, tetapi juga interaksi masyarakat didalamnya yang masih terus diperdebatkan oleh para peneliti dan tetua masyarakat didalamnya. Perdebatan tentang asal-usul kata Bangka sendiri adalah perdebatan yang belum final hingga sekarang.

Banyak versi yang mencoba memberikan interpretasi atas kata bangka, namun bukti fisik tentang asal-usul kata ini sendiri belum ditemukan kecuali usaha banyak ahli untuk menghubungkan analisis mereka dengan berbagai peristiwa. Versi sejarah yang tampaknya paling kuat adalah versi sejarah Kota Kapur. Ditemukannya bukti sejarah otentik berupa prasasti Kota Kapur yang berangka tahun 686 masehi memulai perdebatan tersebut secara ilimiah. Prasasti yang ditemuka di Sungai Menduk (Kabupaten Bangka Barat Sekarang) tersebut berisikan 240 kata bahasa Sanskerta. Prasasti tersebut berisi tentang peringatan kepada masyarakat di wilayah Kerajaan Sriwijaya tentang larangan untuk melakukan pemberontakan. Peringatan tersebut jelas dibuat oleh penguasa kerajaan Sriwijaya pada masa itu sehingga dipekirakan bahwa Pulau Bangka pada masa Kerajaan Sriwijaya telah menjadi pusat aktivitas yang ramai. Dalam prasasti Kota Kapur, sama sekali tidak disebutkan kata Bangka. Namun para ahli sejarah banyak menghubungkan Bahasa Sanskerta yang digunakan pada prasasti Kota Kapur dengan kata vanca yang kemudian mengalami perubahan kata menjadi Bangka tampaknya bisa diterima dengan nalar.

Versi lain menyebutkan bahwa kata Bangka berasal dari kata Bangkai yang menunjukan bahwa kata bangka adala tempat pmbuangan bangkai pada masa penjajahan. Meski demikian, asal-usul kata ini tidak memiliki bukti ilmiah sehingga anlisis versi Kota Kapur di atas lebih bisa diterima oleh masyarakat kebanyakan. Sebuah majalah pada tahun 1846 yang bernama Tijdschrift voor Nederlandsch Indie memuat tulisan bahwa daerah yang disebut Banca adala pulau yang dulunya bernama Chinapata atau China-Batto (Chinapata diduga adala daerah yang dulu pernah dilaporkan oleh seorang pelaut bernama Jans Huyghens van Linschoteen pada tahun 1595 di Amsterdam). Dulu daerah yang disebut Banca mencakup Palembang dan meluas ke arah barat yang kemudian disebut Bangka-Hulu dan kemudian mengalami perubaha dialek menjadi Bengkulu sekarang ini. Ke arah Sumatera Timur, terdapat daerah yang bernama Bangka yang keyakinan banyak orangbtentang kemungkinan ini tidak nampak terlau besar sehingga belakangan banyak orang yang bahkan tidak pernah mendengar cerita ini.

* Pulau Bangka dan Sejarah *

Belanda pertama kali mendarat di Nusantara tepatnya di Banten Pulau Jawa pada tahun 1596 dibawah pimpinan Cornelis de Houtman. Cukup lama setelah itu belanda baru melirik Pulau Bangka sebaga salah satu daerah potensial penghasil timah. Ketika Belanda ingin masuk ke Pulau Bangka daerah ini masuk pada kekuasaan Kesultanan Palembang. Hubungan pertama antara VOC dan daerah Bangka Belitung terjadi pertama kalinya pada tahun 1668. Pulau Bangka pada masa itu berada dibawah kekuasaan Sultan Abdurrachman.

Sebuah catatan kontrak antara Belanda dan Sultan Palembang pada tanggal 10 juli 1668 sebagaimana disebutkan dalam buku Kepulauan Bangka Belitung dengan editor Achmad Sahabudin, dan kawan-kawan (2003) menyebutkan bahwa Kesultanan Palembang mengakui Belanda dengan usaha monopoli timahnya dan Belanda akan mlindungi Kesultanan Palembang. Berikutnya pada tahun 1722, Kesultanan Palembang yang berada dibawah pemerintahan Sultan Mahmud Kamarudin mengadakan perjanjian yang berisi ketentuan bahwa VOC memegang hak monopoli perdagangan atas timah. Tahun-tahun setelahnya menunjukan hubungan dagang Belanda dan Kesultanan Palembang berlangsung sangat buruk, sebagai mana Ratu Mahmud Kamarudin gagal memerintah internalnya.

* Awal Penambangan Timah *

Penemuan timah petama kali di pulau Bangka memiliki beberapa versi. Setidaknya catatanya yang ditulis oleh Heidhues menyebutkan tiga versi penemuan, yakni pada tahun 1707, 1709, dan tahun 1711. timah pada masa awal penemuan tersebut merupakan komoditas yang sangat mudah dilihat karena timah terdapat dimana-mana. Horsfield dalam Heidhues mengatakan bahwa timah dengan mudah terlihat ketika penduduk setempat melakukan pembakaran ladang-ladang ubtuk ditanami oleh penduduk setempat. Logam timah tampak meleleh ketika penduduk melakukan pembakaran.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebenarnya timah pada masa awal abad ke-17 merupakan sebuah komoditas yang midah didapatkan. Hal ini menandakan betapa banyak kandungan timah yang ada di Pulau ini. Apalagi masa penambangan timah yang berlangsung selama 4 abad lebih dan hingga kini masa banyak penambangan timah yang dilakukan di berbagai tempat oleh penduduk dan beberapa perusahaan besar. Orang yang dianggap memperkenalkan penambangan timah di Pulau Bangka adalah orang-orang johor yang memiliki garis keturunan Cina yang beragama Islam dan juga merupakan kerabat Kesultanan Palembang. Abdulhayat dalam keluarga tersebut dan laki-lakinya yang bernama Wan Akub merupaka nama-nama yang banyak disebut dan dianggap merupaka orang-orang yang mempelopori penemuan timah di Mentok dan Pulau Bangka pada umumnya. Heidhues menyebutkan bahwa pada masuknya Orang-Orang johor tersebut, juga datang seorang Cina bernama Oen Asing (Boen Asiong) yang melakukan penambangan timah di kampung Belo Mentok. Orang ini pula yang melakukan berbagai macam gerakan pembaruan dalam penambangan timah. Didatangkan pada masa itu pekerja dari Cina, memperkenalkan penambangan timah dengan menggunakan mesin, teknik perapian untuk membakar timah yang lebih efisien, dan melakukan standarisasi bentuk dan berat timah.

Pada masa ini pula penambangan timah di Bangka mengenal istilah kuli dan kongsi. Kuli dalam ejaan lama koeli berasal dari bahasa Tamil yang artinya orang yang disewa. Sedangkan kongsi berasal dari bahasa Hakka, yaitu kwung-sze yang artinya penanganan atas dasar usaha usaha dan kepentingan bersama dengan tujuan mendapatkan keuntungan ekonomi bersama. Mulai dipekenalkan pula istilah tauke atau towkay yang artinya bos dan sinkeh yang artinya kuli Cina yang terikat pada tahun pertama dan bebas pada tahun kedua dan seterusnya.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa sejarah penambangan timah pada abad ke-17 dan setelahnya adalah sejarah penambangan timah yang dilakukan oleh orang-orang Cina. Impor pekerja Cina dalam jumlah besar-besaran menyebabkan penduduk Bangka hingga sekarang juga banyak diwarnai kehidupan orang-orang Cina yang mula-mula datang untuk bekerja sebagai penambang pada akhirnya ikut memberikan andil dalam proses perkembangan kultural masyarakat lokal.

Tidak mengherankan jika saat ini penduduk Cina di Pulau Bangka mencapai 30 persen dari total jumlah penduduk propinsi ini. Sebagai salah satu bukti bahwa masyarakat etnis Cina sudah ada sejak dulu, masyarakat etnis Cina dapat dijumpai di berbagai pelosok di daerah Pulau ini. Sebutlah misalnya Mentok, Pangkalpinang, Toboali, Sungailiat, Belinyu, Koba, Sungiselan Jebus dan kampung-kampung kawasa penambang timah berpenduduk ramai.

* Penduduk Asli Pulau Bangka *

Definisi tenteng penduduk asli Pulau Bangka hingga kini masih menjadi perdebatan. Ada yang mengatakan bahwa penduduk asli Pulau ini adalah Suku Melayu, padahal pembahasan sebelumnya nyebutkan bahwa Suku Melayu adalah eksodus secara perlahan-lahan penduduk yang datang dari kerajaan johor dan Kerajaan Lingga-Riau.

Sejarah dipulau ini juga diwarnai dengan kedatangan orang-orang bugis yang menjadi lanun dan menguasai dan menguasai pulau-pulau kecil dan daerah pesisir Bangka. Cina juga adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan perjalanan perkembangan demografis pulau ini. Sebuah buku yang ditebitkan pada tahun 1954 (anonim) berjudul Republik Indonesia Propinsi Sumatera Selatan menuliskan bahwa penduduk asli Pulau Bangka adalah mereka yang merupakan hasil pertalian perkawinan antara pelaut-pelaut yang datang dari Jawa, Palembang, Minangkabau, dan Bugis yang menjelma menjadi penduduk asli yang baru. Jadi tampaknya Pulau Bangka dan Belitung pada mulanya tidak berpenghuni, melainkan didatangi oleh penduduk dari daerah lain dan kemudian membentuk kultur khas daerah ini.

Pada sekitar pertengahan abad ke-17, pasukan dari Kerajaan johor dan Kerajaan Minang datang untuk membantu penguasa setempat menumpas para lanun-lanun yang mengganggu aktivitas masyarakat. Kedua Kerajaan ini mendarat di Toboali dimana kemudian Kerajaan Minang menetap dan mempengaruhi budaya dan bahasa peduduk setempat, sedangkan Pasukan dari Kerajaan johor menuju Mentok dan kemudian menetap serta memberikan pengaruh yang besar pada kehidupan budaya dan bahasa penduduk Mentok dan sekitarnya.

Pengaruh Kerajaan Minang di Toboali sangat terasa hingga sekarang, misalnya dari sudut bahasa yang cenderung mengganti huruf S dengan H. Hal ini dapat di indetifisikasi pada penggunaan bahasa yang digunakan di Minang. Pengaruh lain misalnya pada tradisi makanan seperti lemang di Toboali yang merupakan makanan khas Minang. Sedangkan pengaruh Melayu Johor yang sangat kuat ditampakkan pada ciri khas ke-Melayu-an yang sangat kental di Mentok, misalnya pada bahasa yang cenderung menggunakan E pepet, tradisi masyarakat Mentok juga mengidentifikasikan diri dengan tradisi Melayu Malaysia. Sementara itu, Heidhues menyebutkan bahwa seorang pejabat Belanda bernama J. Van den Bogaart datang ke Pulau Bangka pada tahun 1803 membagi penduduk Bangka pada waktu itu dalam 4 kasta, yaitu :
1. Cina,
2. Melayu,
3. Orang Bukit (disebut juga Orang Gunung/Orang Darat),
4. Orang Laut (Orang sekak.

SEJARAH PANGKAL PINANG

SEJARAH PANGKAL PINANG PROVINSI BANGKA BELITUNG



Dalam bahasa Melayu, istilah kota memiliki pengertian yang serupa dengan pengertiannya dalam bahasa Indonesia. Disamping arti kata kota secara leksikografis, para ahli mengemukakan pula pengertian-pengertian tentang kota berdasarkan bidang keilmuan masing-masing. Sebagai contoh kota diartikan sebagai permukiman yang permanen, relatif luas, penduduknya padat serta heterogen dan memiliki organisasi-organisasi politik, ekonomi, agama dan budaya (Sirjamaki, 1964:4-6). Bahkan ahli perkotaan berbangsa Perancis, Dora Jane Hamblin mengemukakan, bahwa kota adalah tempat yang dihuni secara permanen oleh suatu kelompok yang lebih besar dari suatu komunitas. Di kota terjadi suatu pembagian kerja, yang kemudian melahirkan kelompok-kelompok sosial dengan diferensiasi fungsi, hak dan tanggung jawab.
Memang dalam berbagai definisi tentang kota tercakup unsur keluasan wilayah, kepadatan penduduk yang bersifat heterogen dan bermata pencaharian non pertanian, serta fungsi administratif-ekonomi-budaya. Unsur-unsur tersebut terwujud pula ke dalam fisik kota sehingga terbentuklan ciri-ciri fisiknya. Ciri-ciri tersebut kemudian sebagian tertinggal sebagai data arkeologi, sejarah, arsitektur, dan sebagian lain yang lebih besar jumlahnya musnah oleh faktor alam dan manusia. Data-data tersebut berupa artefak dalam berbagai bentuk, tata ruang. Sedangkan data non artefak yang ditinggalkan suatu kota berupa tradisi, seni dan toponim. Di Indonesia, kota-kota kuno biasanya berdiri di daerah pantai, di tepi sungai, atau di lembah-lembah dengan dilengkapi berbagai sarana dan prasarana baik politik, keamanan, ekonomi, keagamaan, maupun pemenuhan kebutuhan hidup yang lain. Tampaknya lokasi suatu kota pada zaman dahulu dipilih berdasarkan berbagai macam pertimbangan yang menyangkut aspek-aspek tersebut di atas.
Aspek-aspek di atas ternyata secara langsung dialami pula oleh Kota Pangkalpinang. Secara etimologis Pangkalpinang berasal dari kata pangkal atau pengkal dan Pinang (areca chatecu). Pangkal atau pengkal yang dalam bahasa Melayu Bangka berarti, pusat atau awal, atau dapat diartikan pada awal mulanya sebagai pusat pengumpulan Timah yang kemudian berkembang artinya sebagai pusat distrik, kota tempat pasar, tempat berlabuh kapal atau perahu (wangkang) dan pusat segala aktifitas dan kegiatan dimulai. Sebagai pusat segala aktifitas, sebutan Pangkal atau Pengkal juga digunakan oleh orang Bangka masa lalu untuk penyebutan daerah-daerah seperti Pangkal Bulo, Pangkal Raya, Pangkal Menduk, Pangkal Mangas, Pangkal Lihat yang kemudian menjadi Sungai Lihat atau Sungailiat sekarang. Sedangkan Pinang (areca chatecu) adalah nama sejenis tumbuhan Palm yang multi fungsi dan banyak tumbuh di Pulau Bangka.
Pusat pemukiman awal Pangkalpinang dibangun ditepi Sungai yang membelah Kota Pangkalpinang. Proses pembentukan Pangkalpinang menjadi sebuah kota seperti sekarang sangatlah panjang dan berakar, dimulai dari ditemukannya biji timah yang terkandung hampir di seluruh pelosok Pulau Bangka, sampai upaya eksploitasi timah dan hasil bumi Pulau Bangka seperti Lada Putih, Karet dan Damar oleh berbagai bangsa. Pembentukan Pangkalpinang dimulai sejak adanya perintah Sultan Susuhunan Ahmad Najamuddin I Adi Kesumo kepada Abang Pahang bergelar Tumenggung Dita Menggala dan kepada Depati serta Batin-batin, baik Batin Pesirah maupun Batin Pengandang dan kepada para Krio yang ada di Pulau Bangka untuk mencari Pangkal atau Pengkal sebagai tempat kedudukan Demang dan Jenang yang akan bertugas untuk mengawasi parit-parit penambangan timah, mengawasi pekerja-pekerja yang disebut kuli tambang dari Cina, Siam, Kocin dan Melayu dan mengawasi distribusi timah dari parit-parit penambangan hingga sampai ke Kesultanan Palembang Darussalam. Diantara pangkal atau pengkal yang didirikan masa itu adalah pangkal Bendul, Bijat, Bunut, Rambat, Parit Sungai Buluh, Tempilang, Lajang, Sungailiat, Cegal, Pangkal Koba, Balar, Toboali dan Pangkalpinang yang kita kenal sekarang.
Dari tinjauan sejarah dengan dasar kajian yang jelas dan literat dari Tim Perumus hari Jadi Kota Pangkalpinang, berdirinya Pangkalpinang diprediksi jatuh pada 17 September 1757 yakni di masa pemerintahan Sultan Susuhunan Ahmad Najamuddin I Adi Kusumo. Di masa pemerintahannya, Beliau sudah membentuk 14 Pangkal di Pulau Bangka termasuk di dalamnya Pangkalpinang.
Lantas apa latar belakang dipilihnya tanggal tersebut? Saat perwakilan dari tim perumus Hari Jadi Kota Pangkalpinang bersama perwakilan Pemerintah Kota Pangkalpinang melakukan studi banding ke UPT Permuseuman Palembang, diperoleh informasi yang cukup jelas, bahwa pada tahun 1724 sampai dengan 1757, Kesultanan Palembang dipimpin oleh Sultan Mahmud Badarudin I Jayawikromo. Namun setelah ia wafat pada tanggal 17 September 1757, diangkatlah Susuhunan Ahmad Najamuddin Adikusumo sebagai penggantinya menjadi Sultan Palembang. Sebelum Sultan Mahmud Badarudin II wafat, Beliau sudah memberikan titah dan kuasa untuk mengelola tata pemerintahan serta mencari dan memperluas daerah kesultanan kepada Sultan Susuhunan Ahmad Najamuddin Adi Kusumo. Perlu diketahui, ciri khas kesultanan, jika pemimpin atau sultan meninggal, maka di hari meninggalnya sultan itulah diangkat pengganti untuk meneruskan pemerintahan. Maka dari keterangan di atas, dapat ditarik simpulan bahwa hari lahir Kota Pangkalpinang adalah pada tanggal 17 September 1757, bertepatan dengan meninggalnya Sultan Mahmud Badarudin II dan diangkatnya Susuhunan Ahmad Najamuddin Adikusumo sebagai penggantinya menjadi Sultan Palembang.
Setelah Susuhunan Ahmad Najamuddin Adikusumo memimpin, ia segera memerintahkan Abang Pahang bergelar Tumenggung Dita Menggala dan kepada Depati serta Batin-batin, baik Batin Pesirah maupun Batin Pengandang serta kepada para Krio yang ada di Pulau Bangka untuk mencari Pangkal atau Pengkal sebagai tempat kedudukan Demang dan Jenang yang akan bertugas untuk mengawasi parit-parit penambangan timah, mengawasi pekerja-pekerja yang disebut kuli tambang dari Cina, Siam, Kocin dan Melayu dan mengawasi distribusi timah dari parit-parit penambangan hingga sampai ke Kesultanan Palembang Darussalam. Diantara pangkal atau pengkal yang didirikan masa itu adalah pangkal Bendul, Bijat, Bunut, Rambat, Parit Sungai Buluh, Tempilang, Lajang, Sungailiat, Cegal, Pangkal Koba, Balar, Toboali dan Pangkalpinang yang kita kenal sekarang.

SEJARAH TERBENTUKNYA BELITUNG

SEJARAH TERBENTUKNYA BELITUNG 




Belitung merupakan kepulauan yang mengalami beberapa pemerintahan raja-raja. Pada akhir abad ke-7, Belitung tercatat sebagai wilayah Kerajaan Sriwijaya, kemudian ketika Kerajaan Majapahit mulai berjaya pada tahun 1365, pulau ini menjadi salah satu benteng pertahanan laut kerajaan tersebut. Baru pada abad ke-15, Belitung mendapat hak-hak pemerintahannya. Tetapi itupun tidak lama, karena ketika Palembang diperintah oleh Cakradiningrat II, pulau ini segera menjadi taklukan Palembang.

Sejak abad ke-15 di Belitung telah berdiri sebuah kerajaan yaitu Kerajaan Badau dengan Datuk Mayang Geresik sebagai raja pertama. Pusat pemerintahannya disekitar daerah Pelulusan sekarang ini. Wilayah kekuasaaannya meliputi daerah Badau, Ibul, Bange, Bentaian, Simpang Tiga, bahkan jauh sampai ke daerah Buding, Manggar dan Gantung. Beberapa peninggalan sejarah yang menunjukkan sisa-sisa kerajaan Badau, berupa tombak berlok 13, keris, pedang, gong, kelinang, dan garu rasul. Peninggalan-peninggalan tersebut dapat ditemui dilihat di Museum Badau.

Kerajaan kedua adalah Kerajaan Balok. Raja pertamanya berasal dari keturunan bangsawaan Jawa dari Kerajaan Mataram Islam bernama Kiai Agus Masud atau Kiai Agus Gedeh Ja'kub, yang bergelar Depati Cakraningrat I dan memerintah dari tahun 1618-1661. Selanjutnya pemerintahan dijalankan oleh Kiai Agus Mending atau Depati Cakraningrat II (1661-1696), yang memindahkan pusat kerajaan dari Balok Lama ke suatu daerah yang kemudian dikenal dengan nama Balok Baru. Selanjutnya pemerintahan dipegang oleh Kiai Agus Gending yang bergelar Depati Cakraningrat III.

Pada masa pemerintahan Depati Cakraningrat III ini, Belitung dibagi menjadi 4 Ngabehi, yaitu :

1. Ngabehi Badau dengan gelar Ngabehi Tanah Juda atau Singa Juda;
2. Ngabehi Sijuk dengan gelar Ngabehi Mangsa Juda atau Krama Juda;
3. Ngabehi Buding dengan gelar Ngabehi Istana Juda.

Masing-masing Ngabehi ini pada akhirnya menurunkan raja-raja yang seterusnya lepas dari Kerajaan Balok. Pada tahun 1700 Depati Cakraningrat III wafat lalu digantikan oleh Kiai Agus Bustam (Depati Cakraningrat IV). Pada masa pemerintahan Depati Cakraningrat IV ini, agama Islam mulai tersebar di Pulau Belitung.

Gelar Depati Cakraningrat hanya dipakai sampai dengan raja Balok yang ke-9, yaitu Kiai Agus Mohammad Saleh (bergelar Depati Cakraningrat IX), karena pada tahun 1873 gelar tersebut dihapus oleh Pemerintah Belanda. Keturunan raja Balok selanjutnya yaitu Kiai Agus Endek (memerintah 1879-1890) berpangkat sebagai Kepala Distrik Belitung dan berkedudukan di Tanjungpandan.

Kerajaan ketiga adalah Kerajaan Belantu, yang merupakan bagian wilayah Ngabehi Kerajaan Balok. Rajanya yang pertama adalah Datuk Ahmad (1705-1741), yang bergelar Datuk Mempawah. Sedangkan rajanya yang terakhir bernama KA. Umar.

Kerajaan keempat atau yang terakhir yang pernah berdiri adalah Kerajaan Buding, yang merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Balok. Rajanya bernama Datuk Kemiring Wali Raib. Dari keempat kerajaan yang telah disebutkan diatas, Kerajaan Balok merupakan kerajaan terbesar yang pernah ada di Pulau Belitung.

Masa pendudukan Belanda-Jepang

Pada abad ke-17, Pulau Belitung menjadi jalur perdagangan dan merupakan tempat persinggahan kaum pedagang. Dari sekian banyak pedagang, yang paling berpengaruh adalah pedagangn Cina dan Arab. Hal ini dapat dibuktikan dari tembikar-tembikar yang berasal dari Wangsa Ming abad ke-14 hingga ke-17, yang banyak ditemukan dalam lapisan-lapisan tambang timah di daerah Kepenai, Buding dan Kelapa Kampit. Pedagang-pedagang Cina tersebut masuk ke Pulau Belitung kira-kira tahun 1293. Hal ini berdasarkan catatan dari seorang sejarawan Cina bernama Fei Hsin tahun 1436. Sedangkan orang Cina mengenal Belitung disebabkan pada tahun 1293, sebuah armada Cina dibawah pimpinan Shi Pi, Ike Mise dan Khau Hsing yang sedang mengadakan perjalanan ke Pulau Jawa terdampar di perairan Belitung.

Selain bangsa Cina, bangsa lain yang banyak mengenal Pulau Belitung adalah bangsa Belanda. Pada tahun 1668, sebuah kapal Belanda bernama 'Zon De Zan Loper', dibawah pimpinan Jan De Marde, tiba di Belitung. Mereka merapat di sungai Balok, yang saat itu merupakan satu-satunya bandar di Pulau Belitung yang ramai dikunjungi pedagang asing

Berdasarkan penyerahan Tuntang pada tanggal 18 September 1821, Pulau Belitung masuk dalam wilayah kekuasaan Inggris (meskipun secara de facto terjadi pada tanggal 20 Mei 1812). Oleh Residen Inggris di Bangka, diangkat seorang raja siak untuk memerintah Belitung, karena di pulau kecil ini sering terjadi perlawanan rakyat yang dipimpin oleh tetua adat. Kemudian berdasarkan Surat Keputusan Komisaris Jenderal Kerajaan Inggris tanggal 17 April 1817, Inggris menyerahkan Belitung kepada Kerajaan Belanda. Selanjutnya atas nama Baginda Ratu Belanda, ditunjuk seorang Asisten Residen untuk menjalankan pemerintahan di Pulau Belitung.
Pada tahun 1823, seorang Kapten berkebangsaan Belgia bernama JP. De La Motte, yang menjabat sebagai Asisten Residen dan juga pimpinan tentara Kerajaan Belanda, berhasil menemukan timah. Selanjutnya seusai Traktat London tahun 1850, penambangannya diambil alih oleh Billiton Maatschapij, sebuah perusahaan penambangan timah milik Pemerintah Belanda di Belitung. Pada saat itu Belitung terbagi atas 6 daerah, yaitu :

::     Tanjungpandan dan Gantung/Lenggang yang berada langsung dibawah pemerintahan Depati;
::     Badau, Sijuk, Buding dan Belantu yang berada dibawah pemerintahan masing-masing Ngabehi.

Pada tahun 1890, pangkat Ngabehi dihapus dan digantikan dengan Kepala Distrik. Selanjutnya terdapat 5 distrik yaitu : Tanjungpandaan, Manggar, Buding, Dendang dan Gantung.

Tahun 1852 Belitung dipisahkan dari Bangka dalam urusan administrasi dan kewenangan penambangan timah. Pemisahan tersebut atas desakan JF. Louden (kepala pemerintahan pusat di Batavia), untuk mencegah pengaruh buruk dari Residen Bangka yang iri melihat pertambangan timah yang berkembang dengan pesat di Belitung.

Dalam rangkaian sistem pemerintahan Hindia Belanda, pada tahun 1921 Belitung dijadikan sebuah distrik yang dikepalai oleh seorang Demang yaitu KA. Abdul Adjis, yang dibantu 2 orang Asisten Demang yang membawahi 2 onder district, yaitu Belitung Barat dan Belitung Timur. Gemeente atau kelurahan di Belitung dibentuk pada tahun 1921-1924. Berdasarkan Ordonantie No. 73 tanggal 21 Februari 1924, ditetapkan sebanyak 42 Gemeente di seluruh Belitung.

Pada tahun 1933, Belitung berubah status menjadi satu Onder-afdeling yang diperintah oleh seorang Controleur dengan pangkat Assistant Resident, yang bertanggung jawab kepada Residen dari Afdeling Bangka - Belitung yang berkedudukan di Pulau Bangka.

Tanggal 1 Januari 1939 berlaku peraturan baru di wilayah di wilayah Belitung, yang berarti Pulau Belitung sudah diberi hak untuk mengatur daerahnya sendiri. Tentu saja hal tersebut mempengaruhi beberapa keadaan, misalnya Onder-afdeling Belitung meliputi 2 distrik yaitu, Distrik Belitung Barat dan Distrik Belitung Timur, yang masing-masing dikepalai oleh seorang Demang.

Tentara Jepang menduduki Pulau Belitung pada bulan April 1944, pemerintahan dikedua distrik dikepalai oleh Gunco. Pada awal tahun1945 oleh Jepang di Belitung dibentuk Badan Kebaktian Rakyat yang bertugas membantu pemerintahan. Masa pendudukan Jepang tidak lama, selanjutnya perubahan kembali terjadi ketika tentara Belanda kembali menguasai Belitung pada tahun 1946. Pada masa pemerintahan Belanda ini, Onder-afdeling Belitung diperintah kembali oleh Asisten Residen Bangsa Belanda, sedangkan penguasaan distrik tetap dipegang oleh seorang Demang yang kemudian diganti dengan sebutan Bestuurhoofd.

Masa kemerdekaan

Pulau Belitung sebagai bagian dari Residensi Bangka - Belitung, beberapa tahun lamanya pernah menjadi bagian dari Gewest Borneo, kemudian menjadi bagian Gewest Bangka - Belitung dan Riau. Tetapi hal tersebut tidak berlangsung lama, karena muncul peraturan yang mengubah Pulau Belitung menjadi Neolanchap. Selanjutnya sebagai badan pemerintahan dibentuklah Dewan Belitung pada tahun 1947. Pada waktu pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS), Neolanchap Belitung merupakan negara tersendiri, bahkan karena sesuatu hal tidak menjadi negara bagian. Tahun 1950 Belitung dipisahkan dari RIS dan digabungkan dalam Republik Indonesia. Pulau Belitung menjadi sebuah kabupaten yang termasuk dalam Provinsi Sumatera Selatan dibawah kekeuasaan militer, karena pada waktu itu Sumatera Selatan merupakan Daerah Militer Istimewa. Sesudah berakhirnya pemerintahan militer, Belitung kembali menjadi kabupaten yang dikepalai oleh seorang Bupati.

Masa sekarang

Pada tanggal 21 November 2000, berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000, Pulau Belitung bersama dengan Pulau Bangka memekarkan diri dan membentuk satu provinsi baru dengan nama Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Provinsi ini merupakan provinsi ke-31 di Indonesia.

Selanjutnya berdasarkan aspirasi masyarakat dan setelah melalui berbagai pertimbangan, Kabupaten Belitung memekarkan diri menjadi 2 kabupaten yaitu Kabupaten Belitung beribukota di Tanjungpandan dengan cakupan wilayah meliputi 5 kecamatan dan Kabupaten Belitung Timur dengan Manggar sebagai ibukotanya dengan cakupan wilayah meliputi 4 kecamatan.

SEJARAH UNIK KOTA MUNTOK BANGKA BARAT

SEJARAH KOTA MUNTOK BANGKA BARAT

Kota Muntok dibangun pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Badarudin Jayawikrama (1721-1756 ) dimana pada masa itu Kota Muntok ditetapkan sebagai tempat pusat pemerintahan, kota ini semakin bertambah ramai serta mencapai kemajuan yang pesat. Pada masa itu Kota Muntok memegang kekuasaan pemerintahan serta urusan penambangan biji timah di Pulau Bangka. Mengingat hasil penambangan yang menjanjikan,didatangkanlah orang – orang Cina, Siam, Kamboja dan Siantan yang berada di Johor yang ahli urusan timah.
Pada tahun 1811 Inggris pernah menggantikan kedudukan Belanda di Palembang dan pasukan Inggris pun pernah ditempatkan di Muntok dimana mereka mendirikan gudang senjata yang dikenal dengan sebutan Gudang Kuning. Pada tahun 1816 terjadilah perjanjian antara Inggris dengan Belanda yang menetapkan tanah jajahan Inggris dan Belanda, termasuk Pulau Bangka diserahkan ke tangan Belanda oleh Inggris di Kota Muntok.
Pada saat masa penjajahan Belanda menduduki Muntok, maka perkembangan Muntok sebagai Pusat Kota tampak begitu jelas, terutama ditandai dengan beberapa bangunan penting, diantaranya adalah eks Kantor Penambangan Timah Bangka di Muntok ( eks Kantor Wilasi ) yang dibangun pada tahun 1915. Awalnya gedung ini bernama Hoofdbureau Banka Tin Winning Bedriffdan sekaligus menjadi pusat pemerintahan ( residen ) Belanda di Pulau Bangka. Sekarang gedung ini telah menjadi Museum Timah Bangka Barat.
Seiring dengan makin ramainya aktivitas di pelabuhan Muntok dengan arus pendatang yang hilir mudik, maka pada tahun 1860 Belanda mendirikan satu fasilitas lagi berupa dermaga atau jembatan panjang kearah laut yang disebut Ujung Brug. Layaknya sebuah dermaga pada umumnya, jembatan Ujung Brug dimaksudkan untuk menaikkan dan menurunkan penumpang di Muntok dan juga untuk memudahkan kapal – kapal besar Belanda untuk merapat di Muntok. Dalam perkembangan Pemerintahan Hindia Belanda,kota Muntok terbagi dalam klaster pemukiman masyarakat.

ADAT ISTIADAT KEBUDAYAAN RIAU

kebudayaan riau



Makanan Khas Provinsi Riau – Riau yang dikenal sebagai negeri melayu memiliki berbagai jenis kuliner khas yang lezat dan nikmat. Apa saja itu ? yuk simak di bawah ini :
1. Bolu Kemojo
Bolu Kemojo adalah panganan khas Melayu dari Riau. Kue ini sering disajikan pada hajatan, buka puasa, atau perayaan-perayaan hari besar seperti lebaran. Pada umumnya kue ini berwarna hijau coklat dengan rasa pandan. Namun, kini juga dikembangkan berbagai macam rasa seperti durian dan kacang.
  1. Lempuk Durian
Lempuk Durian merupakan salah satu Jenis Makanan Khas dari Riau yang terbuat dari Durian, lempuk ini berbentuk seperti dodol. Selain di Riau, lempuk juga dapat dijumpai di daerah lain di Sumatera. Siapa sih yang tidak kenal dengan lempuk durian, “Makanan Khas Riau” ini berasal dari Kab. Bengkalis, bahkan lempuk sudai menjadi ikon Bengkalis, jika kita berkunjung ke Bengkalis kurang lengkapnya jikanya tidak membeli buah tangan Lempuk Durian.
  1. Es Laksamanana Mengamuk
Es Laksamana Mengamuk merupakan minuman dingin yang menggunakan buah kuini sebagai bahan utama. Konon, keberadaan minuman ini berawal dari mengamuknya seorang laksamana di kebun kuini. Laksamana tersebut mengamuk lantaran istrinya dibawa lari oleh pemilik kebun kuini tersebut. Sang laksamana menebas-nebaskan pedangnya ke seluruh penjuru, hingga puluhan buah kuini hancur karena kemarahannya ini. Usai sang laksamana menuntaskan kemarahannya dan pulang, orang-orang di sekitar kebun kuini mengambil puluhan buah kuini yang sudah tercincang dan terhampar di rumput. Pada awalnya, orang-orang tersebut bingung, akan diapakan buah kuini yang telah terpotong-potong tersebut. Hingga salah seorang wantia, mencampurkan potongan-potongan buah kuini itu dengan air santan dan gula merah. Jadilah minuman segar, yang pada waktu itu, langsung dinikmati oleh orang sekampung.
  1. Roti Jala
Roti jala terbuat dari kombinasi adonan tepung serta berbagai jenis kuah yang bisa dijadikan pilihan. Kuah yang sering digunakan adalah kuah kari dan kuah manis. Roti jala sering ditemui pada saat acara resepsi pernikahan, akikah serta pada saat bulan ramdahan dan hara raya idul fitri/adha.
  1. Kue Bangkit
Diberi nama kue bangkit karena ukuran dari kue ini setelah matang dan dikeluarkan dari oven akan berukuran dua kali lipat dari ukuran adonan semula. Warna kue bangkit ini putih kekuningan dan kadang dipercantik dengan diberi noktah berwarna merah di atasnya. Tekstur kue bangkit yang sangat halus dan gampang remuk. Kue bangkit akan lumer di dalam mulut dan mempunyai rasa yang renyah ketika dikunyah. Rasanya yang manis ini menjadi daya tarik bagi anak-anak.
Diposkan oleh nurmila sari di 00.20 1 komentar:

KEBUDAYAAN-KEBUDAYAAN RIAU

Sebagai orang riau dan kita sebagai generasi muda harus selalu mengembangkan budaya dan pariwisata kita.
Riau adalah pusat kebudayaan melayu di indonesia.Yang kaya akan adat istiadat.
Adat bersendikan syarak, syarak bersendikan kitabullah.
Tarian tradisional di riau :
1.tari persembahan
2.tari zapin
3.tari tanjungkatung
4.tari serampang 12
5.tari joged lambak
6.dll
Nyanyian tradisional:
1.lancang kuning
2.soleram
3.nirmala
4.zapin
5.selayang pandang
6.bunga tanjung
Pakaian adat
 Laki laki :
1.baju melayu cekak musang
2.baju melayu gunting cina
3.baju melayu teluk belanga
 Wanita :
1.baju kurung (kain ,baju,dan selendang)
2.baju kebaya labuh(kain,baju,dan selendanng)
Rumah adat :
1.balai selaso jatuh
2.rumah adat selaso jattuh kembar
3.rumah melayu atap limas
4.rumah melayu atap kajang
5.rumah melayu atap lontiok
Kita harus selalu menjaga,melindungi serta melestarikan nya. Karna dengan begitu maka riau akan menjadi daerah tujuan wisata yang terkenal baik lokal maupun mancanegara.
Selain itu kita juga harus mempromosikan nya .Baik melalui media elektronik seperti iklan,acara2 program tv.maupun melalui media massa seperti majalah,koran,internet dll.
Selain itu juga bisa melalui event2 yang diadakan seperti:
1.Event yang diadakan oleh ASITA. yaitu RTTF,merupakan salah satu cara dalam mempromosikan wisata Riau.Sehingga kita semakin tahu tentang potensi pariwisata kita.
2.PON(pekan olahraga nasional)pada 9 -20 september juga merupakan kesempatan emas dalam mempromosikan wisata riau.Dimana beribu ribu orang datang ke riau.
3.ISG(islamic solidarity games) 3 yang akan diadakan di riau pada tahun 2013.Merupakan event olahraga internasional.Dengan begitu mulai sekarang ita harus selalu mengembangkan pariwisata kita seperti bono(yang akan dijadikan objek wisata internasional) karna memiliki potensi wisata yang bagus.danpemerintah pun harus mmbuat akomodasi seperti hotel,wisma dan lain lain serta akses yang bagus untuk mencapai objek ini,restaurant,souvenir shop,bank dan money changer.selain itu juga ada atraksi bakar tongkang,pacu jalur,candi muara takus dan objek wisata lainnnya.Agar semakin bagus dan menarik, juga agar wisatawan nyaman dalam berwisata di proopinsi kita.sehingga ketika event nanti di mulai kita sudah bisa menyuguhkan pariwisata dan bbudaya kita yang bagus.
Karena pariwisata merupakan salah satu yang banyak menyumbangkan devisa bagi negarakita.
Coba saja bayangkan!!!
Jika kita tidak memelihara dengan baik wisata kita,dan
jika di riau ini sudah tidak ada lagi minyak,yang merupakan sumber pndapatan riau.Maka dari paiwisata inilah kita bisa mendapatkan devisa.
Dan lebih bagus apabila kita travelling di negeri sendiri dari pada di negeri orang lain.
Janganlah selalu mengembangkan KORUPTOR di negeri kita tapi kembangkan lah pariwisata dan budaya kita.
Sumber :
http://salam-riau.blogspot.com/p/kebudayaan.html
Diposkan oleh nurmila sari di 00.14 1 komentar:

Sejarah Kota Pekanbaru Riau

  1. Asal-usul Nama Pekanbaru
Pekanbaru awalnya dikenal sebagai nama ‘Senapelan’. Pada saat itu Senapelan dipimpin oleh seorang kepala suku yang diberi istilah Batin. Daerah ini dahulunya adalah sebuah kawasan ladang, selanjutnya berkembang menjadi sebuah perkampungan. Perkampungan Senapelan kemudian berpindah ke sebuah pemukiman baru yang selanjutnya disebut dengan Dusun Payung Sekaki. Letaknya berada di tepian muara Sungai Siak.
Sejarah Kota Pekanbaru Riau
Mesjid Raya Pekanbaru
Perkembangan dari Senapelan sangat erat kaitannya dengan perkembangan dari Kerajaan Siak Sri Indrapura. Terutama semenjak Sultan Abdul Jalil Alamudin Syah tinggal di Senapelan tersebut. Beliau mendirikan istana miliknya di daerah yang diberi nama Kampung Batu, daerah ini berdekatan dengan Kampung Senapelan tersebut. Diprediksi posisi istana tersebut berada di Masjid Raya Senapelan saat ini. Sultan Abdul Jalil Alamudin Syah merancang pendirian Pekan (pasar) di Kampung Senapelan. Namun upaya tersebut tidak berkembang. Usaha ini pun akhirnya dilanjutkan oleh putranya sendiri yakni Raja Muda Muhammad Ali. Lokasinya sekitar daerah pelabuhan sekarang.
Pada perkembangan selanjutnya, yakni tepatnya pada hari Selasa tanggal 21 Rajab 1204 H atau pada tanggal 23 Juni 1784 M, maka nama negeri Senapelan pun diubah menjadi ‘Pekan Baharu’. Tanggal ini saat ini ditetapkan sebagai hari jadinya Kota Pekanbaru. Setelah penetapan tersebut, Senapelan lebih dikenal dengan nama Pekan Baharu, atau di dalam percakapan sehari-hari disebut Pekanbaru.
  1. Perkembangan Kota Pekanbaru Sebelum Kemerdekaan
    Perkembangan dari Kota Pekanbaru tersebut pada mulanya tidak bisa dilepaskan dari fungsi Sungai Siak sebagai sarana transportasi yang cukup vital dalam mendistribusikan hasi-hasil bumi dari kawasan pedalaman dan dataran tinggi di Minangkabau ke wilayah pesisir yakni Selat Malaka. Sehingga pada abad ke-18, wilayah negeri Senapelan yang berada di tepi Sungai Siak tersebut, menjadi kawasan pasar (pekan) bagi para pedagang yang berasal dari dataran tinggi Minangkabau.
Kota Pekanbaru Riau
Pada tanggal 19 Oktober 1919 didasarkan pada Besluit van Het Inlandsch Zelfbestuur van Siak No. 1, Pekanbaru ditetapkan sebagai bagian dari Distrik Kesultanan Siak. Akan tetapi pada tahun 1931, Pekanbaru dimasukkan ke bagian wilayah Kampar kiri yang dikepalai seorang controleur yang berstatus landschap dan berkedudukan di Pekanbaru sampai tahun 1940. Selanjutnya menjadi ibukota Onderafdeling Kampar Kiri sampai 1942. Setelah Jepang menguasai, Pekanbaru dikepalai oleh gubernur militer yang diberi istilah gokung.
  1. Perkembangan Kota Pekanbaru Setelah Kemerdekaan
    Setelah Indonesia merdeka, berdasarkan pada Ketetapan Gubernur Sumatera di Kota Medan tanggal 17 Mei 1946 No.103, Pekanbaru pun dijadikan sebuah daerah otonom yang disebut dengan ‘Haminte’ atau ‘Kotapraja’. Selanjutnya pada 19 Maret 1956, didasarkan pada Undang-undang No. 8 Tahun 1956 RI, Pekanbaru (Pakanbaru) pun diubah menjadi sebuah daerah otonom kota kecil yang tergabung dalam lingkungan Propinsi Sumatera Tengah.
Kemudian semenjak tanggal 9 Agustus 1957 didasarkan pada Undang-undang Darurat No.19 Tahun 1957 RI, Pekanbaru pun masuk ke dalam bagian dari wilayah Propinsi Riau yang baru saja terbentuk. Kota Pekanbaru sendiri baru resmi menjadi ibu kota dari Propinsi Riau yakni pada tanggal 20 Januari 1959 didasarkan pada Kepmendagri Desember 52/I/44-25. Setelah sebelumnya yang menjadi ibu kota Propinsi Riau adalah Tanjung Pinang yang kini telah menjadi ibu kota Propinsi Kepulauan Riau.
Kota Pekanbaru Riau
Saat ini Pekanbaru telah berkembang pesat menjadi sebuah kota perdagangan yang cukup prospek mengingat posisinya berada pada jalur internasional yang strategis. Pembangunan Kota Pekanbaru sendiri cukup mengalami peningkatan signifikan. Dibukanya berbagai pusat perbelanjaan modern seperti mall, bandar udara internasional, perpustakaan wilayah yang megah, jalur fly over, pusat bisnis di kawasan MTQ Sudirman serta rencana pembangunan monumen bahasa yang megah oleh pemerintah Propinsi Riau. Perkembangan perdagangan di Pekanbaru dijangkakan akan semakin mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kota ini bahkan sempat mendapatkan julukan sebagai ‘kota seribu ruko’ karena jumlah ruko sebagai pusat perdagangan yang hampir ditemukan di sepanjang jalan-jalan Kota Pekanbaru. Visi Riau 2020 merangkum rencana pembangunan dan pengembangan Kota Pekanbaru khususnya dan Propinsi Riau pada umumnya.

KEBUDAYAAN ADAT MELAYU

KEUNIKAN KEBUDAYAAN MELAYU




Manusia adalah makhluk yang diciptakan tuhan sebagai satu-satunya makhluk yang berbudaya, dimana kebudayaan memiliki pengertian sebagai seluruh sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan manusia dengan belajar (Koentjaraningrat)

JJ Honigman dalam bukunya "the world of man" (1959) membedakan gejala kebudayaan yang bisa ditemui kedalam tiga tahap yaitu Ide, Aktivitas, dan yang terakhir adalah Artifak atau totalitas dari hasil fisik yang berupa perbuatan, karya yang bersifat konkret.

Orang Melayu memiliki identitas kepribadian pada umumnya yaitu  adat-istiadat Melayu, bahasa Melayu, dan agama Islam. Dengan demikian, seseorang yang mengaku dirinya orang Melayu harus beradat-istiadat Melayu, berbahasa Melayu, dan beragama Islam. Maka dari itu jika diperhatikan adat budaya melayu maka tidak lepas dari ajaran agama Islam seperti dalam ungkapan pepatah, perumpamaan, pantun, syair, dan sebagainya menyiratkan norma sopan-santun dan tata pergaulan orang Melayu.

Adat
Aturan-aturan tentang beberapa segi kehidupan manusia yang tumbuh dari usaha orang dalam suatu daerah yang terbentuk di Indonesia sebagai kelompok sosial untuk mengatur tata tertib tingkah-laku anggota masyarakatnya. Di Indonesia, aturan-aturan tentang segi kehidupan manusia itu menjadi aturan hukum yang mengikat dan disebut hukum adat (Yayasan Kanisius, 1973).

di melayu terdapat tiga jenis adat yaitu adat sebenar adat atau adat yang memang tidak bisa diubah lagi karena merupakan ketentuan agama , adat yang diadatkan adalah adat yang dibuat oleh penguasa pada suatu kurun waktu dan adat itu terus berlaku selama tidak diubah oleh penguasa berikutnya, dan adat yang teradat adalah konsensus bersama yang dirasakan baik, sebagai pedoman dalam menentuhan sikap dan tindakan dalam menghadapi setiap peristiwa dan masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat.

Adat-istiadat yang merupakan pola sopan-santun dalam pergaulan orang Melayu di Riau sebenarnya sudah lama menjadi pola pergaulan nasional sesama warga negara. Bahasa Melayu yang telah menjadi bahasa nasional Indonesia mengikutsertakan pepatah, ungkapan, peribahasa, pantun, seloka, dan sebagainya, sehingga tidak mudah untuk mengidentifikasi pepatah dan peribahasa yang berasal dari Melayu dan yang bukan dari Melayu.

Karakteristik
Orang Melayu sangat identik dengan kesopanan dalam pergaulan dimana bisa kita lihat dalam sebuah karya sastra melayu :

Hidup sekandang sehalaman 
tidak boleh tengking-menengking 
tidak boleh tindih-menindih 
tidak boleh dendam kesumat 

Yang patut dipatutkan
Yang tua dituakan
Yang berbangsa dibangsakan
Yang berbahasa dibahasakan


 dan Orang Melayu sangat identik dengan sikap gotong royong yang dapat dilihat pada :


Lapang sama berlegar
Sempit sama berhimpit
Lebih beri-memberi
Kalau berjalan beriringan

SEJARAH BANDUNG DI JULUKI KOTA KEMBANG

Asal Usul Julukan “Kota Kembang Bandung”


Kata  “Bandung” berasal dari kata bendung atau bendungan karena terbendungnya sungai Citarum oleh lava Gunung Tangkuban Perahu yang kemudian membentuk telaga. Menurut mitos, nama “Bandung” diambil dari sebuah kendaraan air yang terdiri dari dua perahu yang diikat berdampingan yang disebut perahu bandung yang digunakan oleh Bupati Bandung, R.A. Wiranatakusumah II, untuk melayari Ci Tarum (Sunda: Ci = Cai = Air = Sungai) dalam mencari tempat kedudukan kabupaten yang baru untuk menggantikan ibukota yang lama di Dayeuhkolot.
Kota Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di wilayah Jawa Barat yang menjadi ibu kota Provinsi Jawa Barat. Kota Bandung juga merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Dan Kota bandung Ini dijuluki Sebagai Kota Kembang. Kenapa di juluki kota kembang? silahkan simak ulasan dibawah ini.
Julukan Kota Kembang
Kota Bandung dijuluki Kota Kembang. Dalam buku Wajah Bandoeng Tempo Doeloe, sejarahwan Haryoto Kunto menulis, kembang yang dimaksud ialah Kembang Dayang yang dalam bahasa Sunda sama dengan WTS (Wanita Tunasusila) atau PSK (Pekerja Seks Komersial).
Istilah kota kembang berasal dari peristiwa yang terjadi tahun 1896 saat Bestuur van de Vereninging van Suikerplanters (Pengurus Besar Perkumpulan Pengusaha Perkebunan Gula) yang berkedudukan di Surabaya memilih Bandung sebagai tempat penyelenggaraan kongresnya yang pertama. Sebagai panitia kongres, Tuan Jacob mendapat masukan dari Meneer Schenk agar menyediakan ‘kembang-kembang’ berupa “noni cantik” Indo-Belanda dari wilayah perkebunan Pasir malang untuk menghibur para pengusaha gula tersebut.
Setelah kongres, para tamu menyatakan sangat puas. Kongres dikatakan sukses besar. Dari mulut peserta kongres itu kemudian keluar istilah dalam bahasa Belanda De Bloem der Indische Bergsteden atau ‘bunganya’ kota pegunungan di Hindia Belanda. Dari situ muncul julukan kota Bandung sebagai kota kembang.

KEUNIKAN BOGOR

LIMA KEUNIKAN BOGOR




Bogor termasuk salah satu kota tujuan wisata bagi masyarakat Jakarta. Maklum saja, karena jaraknya dekat dari Jakarta, yaitu sekitar 30 km. Bogor yang teduh dan nyaman, memiliki banyak hal menarik.
Inilah 5 di antaranya.
1. KOTA HUJAN
Tingkat curah hujan yang sangat tinggi di Kota Bogor membuat wilayah ini mendapat julukan Kota Hujan. Jika kamu sedang bertandang ke Bogor, kamu nggak dibilang lebay/berlebihan, kalo membawa peralatan yang lengkap, seperti payung, jas hujan, dan jaket. Jadi, kamu tidak kehujanan atau kedinginan.
Kalau ingin berkeliling Kota Bogor, sebaiknya bersiap-siap mensiasati, agar acara jalan-jalanmu tetap menyenangkan tanpa terganggu curah hujan.
2. KOTA TANPA KECEMASAN
Pada masa penjajahan Belanda, Kota Bogor dikenal dengan nama Buitenzorg. Artinya kota tanpa kecemasan atau kota yang aman dan tenteram.
Hal ini dikarenakan wilayah ini sangat indah, teduh karena penuh pepohonan, banyak taman, dan cuacanya sejuk.
Orang-orang Belanda merasa nyaman tinggal di Bogor. Kota ini pun dijadikan tempat berlibur bagi mereka, pada masa itu.
3. KOTA ANGKOT
Cobalah amati jalan-jalan di seluruh Kota Bogor. Sejauh mana memandang, yang tampak adalah barisan angkot yang siap mengantar siapa saja ke tempat tujuan. Banyaknya angkot ini membuat Bogor mendapat julukan Kota Angkot. Hampir semua warna diaplikasikan pada angkot.
Sisi baiknya, jika kita ingin berkeliling Bogor, tidak perlu khawatir soal transportasi. Sebaliknya, kita harus hati-hati dalam memilih angkot, terutama jika belum tahu angkot yang searah dengan tujuan. Kuncinya jangan ragu untuk bertanya, bila tidak ingin tersasar.
4. PUSAT PENDIDIKAN
Bogor adalah salah satu pusat pendidikan di Indonesia. Juga, pusat penelitian pertanian nasional. Kota ini memiliki berbagai lembaga penelitian dan biologi, yang sudah berdiri sejak abad ke-19.
Bahkan, ada lembaga pendidikan terkenal yang sudah ada sejak abad ke-20, yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB).
5. MEMILIKI KEBUN RAYA YANG LUAS
Salah satu hal menarik dari Kota Bogor adalah memiliki kebun raya yang asyik untuk dikunjungi. Tempat ini membuat Kota Bogor semakin memiliki daya tarik tersendiri.
Masyarakat Jakarta yang ingin bersantai sejenak pun dapat memilih Kebun Raya Bogor sebagai alternatif tempat berlibur yang murah meriah. Kita pun bisa menikmati taman ini, seperti orang-orang Belanda menikmatinya, dahulu kala.

BANDUNG LAUTAN API

SEJARAH BANDUNG LAUTAN API



BANDUNG, (PR).- Bandung Lautan Api adalah sejarah milik rakyat Bandung yang akan selalu dikenang sebagai aksi patriotik warga Bandung dalam mempertahankan tanah airnya. Tanggal 24 Maret 1946 adalah momentum saat rakyat bersatu mencegah sekutu dan NICA (Netherlands-Indies Civil Administration) menduduki Bandung.
Pada buku Sejarah Bandung (2016), Sejarawan Universitas Padjadjaran Nina Lubis menulis bahwa pembumihangusan itu merupakan strategi agar sekutu tidak bisa menguasai Bandung. Sementara itu, perintah pengosongan wilayah juga merupakan perintah langsung dari Perdana Menteri Sutan Sjahrir. Hal itu merupakan bagian dari upaya diplomasinya dengan sekutu demi keselamatan republik.
"Peristiwa ini seolah-olah orang Bandung menyerah kepada sekutu (Inggris) yang juga ada Belanda. Tapi sebetulnya ini taktik saja, karena pemerintah pusat melalui PM Sjahrir sedang melakukan diplomasi dengan NICA dan sekutu," tutur Nina saat kepada Humas Setda Kota Bandung.
Nina mengungkapkan, pada saat itu Kolonel A.H. Nasution juga mendapat telegram dari Jenderal Sudirman untuk mempertahankan Bandung sampai titik darah penghabisan. Di tengah situasi yang sulit itu, A.H. Nasution harus mengambil keputusan yang berat. Dalam perundingan yang dilakukan oleh pihak militer Indonesia, diambillah keputusan agar rakyat dan tentara meninggalkan Bandung bersama-sama dengan lebih dulu membumihanguskannya.
Setelah ada keputusan tersebut, 100.000 penduduk Bandung (sumber lain menulis 200.000 dan 300.000) mengosongkan Bandung 11 km dari pusat kota. Mereka mengungsi ke Bandung Selatan, seperti Ciparay, Majalaya, Banjaran, dan Soreang; Bandung Barat yaitu ke Cililin dan Gununghalu; dan Bandung Timur yaitu ke Rancaekek, Cicalengka, dan Sumedang.

Pembakaran Kota Bandung

Nina menulis, "Sambil meninggalkan Kota Bandung, rakyat dan Tentara Nasional Indonesia sejak pukul 20.00 melakukan pembakaran-pembakaran seperti di Ciroyom, Tegallega Utara, Cikudapateuh, Cicadas, sepanjang Jalan Otto Iskandardinata, Jalan Asia Afrika, Cibadak, Kopo, dan Babakan Ciamis. Itulah peristiwa yang dikenal sebagai "Bandung Lautan Api."
Dari rangkaian kejadian tersebut, Nina menilai bahwa Bandung Lautan Api tidak hanya menjadi peristiwa lokal yang terjadi di Bandung, tetapi juga menjadi perhatian nasional karena dampak luas yang ditimbulkannya. Kejadian ini sangat berdampak pada aktivitas NICA dan tentara Republik Indonesia.

Peran Mohamad Toha

Dengan adanya peledakan gudang mesiu yang dilakukan oleh Mohamad Toha empat bulan kemudian, menegaskan peran rakyat Bandung dalam mempertahankan Indonesia dari Belanda. Pada peristiwa 10 Juli 1946 itu, Toha membakar gudang yang berisi 1.100 ton mesiu dan senjata sehingga menimbulkan ledakan yang dahsyat.
"Suara ledakan itu, terdengar sampai ke Cianjur karena amunisinya banyak, 1.100 ton," ujar Nina.
Amunisi itu, lanjut Nina, merupakan persediaan untuk operasi di wilayah Priangan. Sejak amunisi itu hancur, aktivitas NICA di wilayah Priangan itu terganggu. Nina menyatakan bahwa serangan tersebut berdampak secara nasional, tidak hanya di wilayah Bandung saja.
"Penyerangan ini dampaknya nasional karena gudang amunisi itu gudang perbekalan untuk NICA se-Priangan. Jadi dengan hancurnya itu tentu pasukan NICA itu bingung juga amunisinya hancur. Itu yang saya bilang dampak nasional. Memang yang mati di pihak Belanda tidak ada, hanya luka-luka, tapi dampak perjuanganya itu nasional," tuturnya.

Bandung Lautan Api jadi sejarah nasional

Dalam bukunya, Nina menulis bahwa sebetulnya Panglima Besar Sudirman juga telah menginstruksikan Panglima Divisi Siliwangi Kolonel A.H. Nasution untuk melancarkan "Serangan Umum" pada awal Juli 1946. Hal tersebut berdasarkan anggapan bahwa pertahanan Jawa Barat bukanlah pertahanan lokal. Menurut Sudirman, jika Jawa Barta Jatuh maka seluruh Indonesia terancam keselamatannya.
Hal tersebut telah menguatkan asumsi bahwa peristiwa perebutan kembali Kota Bandung dari sekutu merupakan peristiwa yang berdampak nasional. Maka, menurut Nina, peristiwa ini sudah layak dijadikan sebagai sejarah nasional.
"Ini sebetulnya sejarah nasional kalau melihat dampaknya, peristiwanya memang terjadi di Bandung tapi dampaknya itu nasional sebetulnya," katanya.
Untuk menjadikannya sejarah nasional, Nina menjelaskan, perlu ada langkah-langkah yang ditempuh. Selain adanya kajian ilmiah untuk dijadikan naskah akademik, peristiwa ini juga harus diusulkan oleh masyarakat setempat. Kemudian, hasil kajian juga harus diseminarkan secara nasional untuk mendapat pengakuan dari masyarakat.
"Naskah akademis ini harus memunculkan argumentasi bahwa ini betul-betul bersifat nasional. Buktinya apa, nantinya naskah akademis ini dikirimkan ke Kementerian Sosial (Kemensos). Di Kemensos ada tim penilai sehingga mereka biasanya mendiskusikan, bila perlu juga mengajak kita berdiskusi, sehingga nanti bisa diputuskan benar tidak ini sifatnya even nasional. Nanti Kemesos bisa membuat SK bahwa 24 Maret itu layak diperingati sebagai katakanlah Hari Perjuangan Nasional," jelas Nina.***

Pakaian Adat Batak : Gambar, Keunikan dan Penjelasannya secara lengkap

Pakaian Adat Batak : Gambar, Keunikan dan Penjelasannya secara lengkap Diterbitkan  Agustus 30, 2018 Indonesia memilik...